Sabtu, 20 Agustus 2011

PUASA, tinjauan fiqh dan tashowuf

Pengertian
Menurut bahasa puasa adalah menahan. Adapun menurut syara’, puasa adalah meninggalkan sesuatu yang membatalkan mulai dari terbitnya fajar shadiq sampai terbenamnya matahari dengan cara tertentu
Syarat Wajib
Syarat wajib puasa adalah perkara di luar puasa yang menyebabkan wajibnya puasa. Adapun jumlahnya ada lima:
1. Islam
2. Mukallaf
3. Mampu melaksanakan
4. Sehat
5. Muqim
Syarat Sah
Syarat sah puasa adalah perkara di luar puasa yang menentukan keabsahannya. Adapun jumlahnya ada empat:
1. Islam
2. Berakal
3. Suci dari haid dan nifas
4. Mengetahui waktu puasa
Rukun Puasa
Rukun puasa adalah bagian yang dari puasa yang menentukan keabsahannya. Adapun jumlahnya ada tiga:
1. Niat
Niat puasa harus dilakukan setiap hari. Adapun untuk puasa fardlu, niatnya harus dilakukan pada malam hari. Nabi saw. bersabda:
مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ. (رواه الدارقطني وغيره)
“Barangsiapa tidak menetapkan puasa sebelum terbitnya fajar, maka tidak sah puasanya.” (HR. Ad Daru Qutni dan selainnya)
Sedangkan apabila puasa sunah, maka niatnya boleh dilakukan pada siang hari sebelum tergelincirnya matahari. Hal ini sesuai dengan Hadits Nabi saw.:
عَنْ عَائِشةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ، قَالَتْ: دَخَلَ عَلَيَّ النَّبِيُّ ذَاتَ يَوْمٍ، فَقَالَ: هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ؟ فَقُلْنَا: لاَ. قَالَ: فَإِنِّي إِذَنْ صَائِمٌ. ثُمَّ أَتَانَا يَوْماً آخَرَ فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ، أُهْدِيَ لَنَا حَيْسٌ، فَقَالَ: أَرِينِيهِ فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِماً، فَأَكَلَ. (رواه مسلم)
Dari ‘Aisyah ummul mu’minin ra., ia berkata: “Pada suatu hari Nabi saw. menemuiku dan berkata: “adakah sesuatu padamu?” Aku menjawab: “tidak ada.” Nabi mengatakan: “kalau begitu saya berpuasa saja.” Kemudian, pada hari yang lain beliau menjumpaiku dan aku berkata: “aku diberi haits.” Lalu beliau berkata: “tunjukkan padaku, sedari pagi aku berpuasa.” Setelah itu beliau memakannya.” (HR. Muslim)
2. Meninggalkan perkara yang membatalkan puasa
3. Subjek puasa (shaim)
Kesunahan dalam Berpuasa
Perkara yang disunahkan ketika berpuasa ada sebelas perkara:
1. Makan sahur. Rasulullah saw. bersabda:
تَسَحَّرُوْا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً. (متفق عليه)
“Makan sahurlah, sebab dalam sahur terdapat berkah.” (Muttafaq ‘alaih)
2. Mengakhirkan sahur, jika tidak ada keraguan pada terbitnya fajar.
3. Segera berbuka, jika sudah yakin terbenamnya matahari, dan dilakukan sebelum shalat.
4. Berdo’a sebelum berbuka, yakni:
اللّـٰهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَعَلٰى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ، وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، ذَهَبَ الظَّمْأُ، وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ، وَثَبَتَ اْلأَجْرُ، إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالٰى، يٰا وَاسِعَ الْفَضْلِ، إِغْفِرْ لِيْ، اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ هَدَانِيْ فَصُمْتَ، وَرَزَقَنِيْ فَأَفْطَرْتُ.
5. Memberi makan buka puasa. Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا (رَوَاهُ التِّرْمِذِىُّ)
“Barangsiapa memberi makan buka puasa kepada orang yang berpuasa, maka baginya pahala orang yang berpuasa, tanpa sedikitpun mengurangi pahala orang tersebut.” (HR. Tirmidzi)
6. Mandi besar sebelum fajar bagi yang berhadats besar.
7. Menjaga mulut dan anggota tubuh dari perkataan dan perbuatan yang berlebihan.
8. Tidak menuruti hawa nafsu yang berhukum mubah.
9. Menyibukkan diri dengan beribadah.
10. I’tikaf, terutama pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadlan.
11. Memperbanyak sedekah.
Kemakruhan dalam Berpuasa
Diantara perkara yang dimakruhkan ketika berpuasa adalah:
1. Berkumur dan menghisap air secara berlebihan.
2. Mencicipi makanan kecuali ada hajat.
3. Berbekam (jawa: cantuk).
4. Berciuman yang menjadi pendahuluan hubungan badan. Apabila khawatir keluar mani sebab hal ini, maka hukumnya haram.
5. Bersiwak setelah tergelincirnya matahari.
Perkara yang membatalkan puasa
Perkara yang dapat membatalkan puasa ada sembilan:
1. Bersetubuh dengan sengaja.
2. Keluar sperma (inzal) sebab sentuhan antar kulit. Apabila sebab mimpi, maka puasa tidak batal.
3. Muntah dengan sengaja.
4. Masuknya suatu benda ke rongga badan dengan sengaja.
5. Menuangkan obat pada qubul atau dubur.
6. Haid.
7. Nifas.
8. Gila.
9. Keluar dari Islam (riddah).
Macam-macam Puasa
Puasa apabila ditinjau dari segi hukumnya terbagi menjadi empat macam, yakni:
1. Puasa wajib
Yakni puasa yang harus dilakukan oleh setiap muslim yang memenuhi semua persyaratannya. Puasa wajib yang dimaksud ada tiga macam:
a. Puasa Ramadlan
1) Pengertian
Ramadlan menurut bahasa artinya pembakaran. Sedangkan menurut istilah, puasa Ramadlan adalah puasa wajib yang dilaksanakan pada bulan Ramadlan.
2) Hukum
Puasa Ramadlan berhukum wajib bagi setiap mukallaf.
3) Dalil
Dalil kewajiban puasa Ramadlan adalah:
Firman Allah swt.:
يأَيُّهَا ٱلَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183)
Hadist Nabi
بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلٰى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ ﻵ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيْتاَءِ الزَّكاَةِ، وَالْحَجِّ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ. (رواه البخاري ومسلم)
“Islam didirikan atas lima (dasar): penyaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, menunaikan Haji, dan puasa Ramadlan.” (HR. Bukhori-Muslim)
4) Penentuan awal dan akhir Ramadlan
Dalam menentukan awal dan akhir bulan Ramadlan dapat dilakukan dengan dua cara:
a) Melihat hilal (bulan tanggal pertama). Adapun syarat orang yang diterima ru’yahnya adalah:
1. Islam. 4. Merdeka
2. Baligh. 5. Laki-laki
3. Berakal. 6. Adil
b) Menyempurnakan hitungan bulan Sya’ban.
Hal di atas sesuai dengan hadits Nabi saw.:
صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ. (رواه البخاري)
“Puasa dan berbukalah kalian sebab melihat hilal, dan apabila samar bagimu, maka sempurnakanlah hitungan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari”. (HR. Bukhori)
5) Niat puasa Ramadlan
Niat puasa Ramadlan dilakukan setiap hari pada waktu malam sebelum terbitnya fajar shadiq. Adapun redaksinya adalah sebagai berikut:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ الشَّهْرِ رَمَضَانَ هٰذِهِ السَّنَةَ فَرْضًا ِللهِ تَعَالٰى.
6) Sebab diperbolehkan berbuka
Hal-hal yang memperbolehkan seseorang berbuka puasa adalah:
a) Safar (perjalanan) yang memperbolehkan qashar shalat.
b) Sakit yang menyebabkan kerusakan fisik.
c) Hamil.
d) Menyusui.
e) Lansia.
f) Lapar dan dahaga, yang dapat mengakibatkan kerusakan fisik.
7) Cara mengqadla’ puasa Ramadlan
Tata-cara mengqadla’ puasa yang ditinggalkan adalah sebagai berikut:
a) Menqadla’ tanpa membayar kafarat. Hal ini berlaku bagi orang sakit, bepergian, hamil, dan menyusui.
b) Menqadla’ serta membayar kafarat. Hal ini berlaku bagi wanita hamil yang mengkhawatirkan kesehatan kandungannya, atau wanita menyusui yang mengkhawatirkan kesehatan bayinya.
c) Memberi makan orang miskin sebanyak satu mud (sekitar enam ons). Hal ini berlaku bagi orang sakit yang tidak ada harapan untuk sembuh, dan lansia yang tidak sanggup puasa.
8) Amalan sunah bulan Ramadlan
Diantara amal sunah bulan Ramadlan adalah:
a) Membaca Al Qur’an.
b) Bersedekah.
c) Shalat tarawih dan shalat witir.
d) I’tikaf.
e) Menyibukkan diri dalam hal belajar.
9) Contoh pelaksanaan
Rangkaian pelaksanaan puasa Ramadlan dapat dilakukan sebagai berikut:
a) Niat bersama-sama setelah shalat witir. Redaksinya adalah:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ الشَّهْرِ رَمَضَانَ هٰذِهِ السَّنَةَ فَرْضًا ِللهِ تَعَالٰى.
b) Mengisi dengan aktifitas Ibadah; seperti memperbanyak membaca Al Qur’an.
c) Shalat tahajjud sebelum makan sahur.
d) Makan sahur.
e) Menahan diri dari perkara yang dapat membatalkan puasa.
f) Melakukan hal-hal yang menjadi kesunahan puasa; seperti menyibukkan diri dengan ilmu.
g) Menahan diri dari hal-hal yang dimakruhkan dalam berpuasa; sepert berbicara yang berlebihan.
h) Berdo’a sebelum berbuka. Do’anya adalah:
اللّـٰهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَعَلٰى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ، وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، ذَهَبَ الظَّمْأُ، وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ، وَثَبَتَ اْلأَجْرُ، إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالٰى، يٰا وَاسِعَ الْفَضْلِ، إِغْفِرْ لِيْ، اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ هَدَانِيْ فَصُمْتَ، وَرَزَقَنِيْ فَأَفْطَرْتُ.
i) Buka puasa dengan kurma, atau semisalnya. Hal ini dilakukan hanya sekedar untuk membatalkan puasa.
j) Shalat Mahgrib berjama’ah di masjid.
k) Buka puasa dengan nasi atau semisalnya.
l) Shalat Isya’, tarawih, witir berjama’ah di masjid.
10) Ancaman tidak berpuasa
Terdapat banyak sekali hadits Nabi yang menyinggung tentang hal ini, diantaranya adalah hadits yang diceritakan oleh sahabat Abu Hurairah ra.:
مَنْ أَفْطَرَ يَوْماً مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ رُخْصَةٍ رَخَّصَهَا الله لَهُ وَلاَ مَرَضٍ لَمْ يَقْضِهِ صَوْمُ الدَّهْرِ كُلِّهُ وَإِنْ صَامَهُ. (رواه أبو داود وابن ماجه والترمذي)
“Barangsiapa berbuka pada satu hari dari bulan Ramadlan, tanpa keringanan yang diberikan Allah kepadanya, maka tidaklah dapat dibayar oleh puasa sepanjang masa, walau ia melakukannya.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Tirmidzi)
b. Puasa Nadzar
Puasa yang kedua dari puasa wajib adalah puasa sebab nadzar. Kata nadzar menurut bahasa adalah berjanji tentang suatu hal, baik terpuji atau tercela. Sedangkan menurut istilah, nadzar adalah kesanggupan untuk melakukan ibadah yang tidak berhukum wajibain, dengan menggunakan sighat.
c. Puasa Kafarat
Kelompok puasa wajib yang terakhir adalah puasa yang harus dilakukan sebagai bentuk denda atas pelanggaran syari’at yang telah dilakukan (kafarat), baik mengandung dosa ataupun tidak. Contoh pelanggaran syari’at yang berdosa adalah bersetubuh ketika puasa Ramadlan, sedangkan yang tidak berdosa adalah seperti membunuh dengan tanpa ada unsur kesengajaan.
2. Puasa Sunah
Pembagian yang kedua dari puasa adalah puasa yang berhukum sunah. Adapun macam-macanya adalah sebagai berikut:
a. Dilakukan setahun sekali, yakni:
1) Puasa hari ‘Arafah
Dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah, bagi selain orang yang melaksanakan ibadah haji, musafir, dan orang sakit. Faedahnya adalah dapat melebur dosa satu tahun yang telah lalu dan yang akan datang. Sesuai hadits Nabi saw.:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ، قالَ: يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ. (أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ)
“Rasulullah saw. ditanya tentang puasa hari ‘Arafah, Nabi menjawab: (puasa ‘Arafah) dapat melebur dosa satu tahun yang telah lalu dan yang akan datang.” (HR. Muslim)
Niatnya adalah:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ سُنَّةً ِللهِ تَعَالٰى
2) Puasa hari ‘Asyuro
Dilaksanakan pada tanggal 10 Muharam. Faedahnya adalah dapat melebur dosa satu tahun yang telah lalu. Sesuai hadist Nabi saw.:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ؟ فَقَالَ: يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ. (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)
“Rasulullah saw. ditanya tentang puasa hari ‘Asyuro, Nabi menjawab: (puasa ‘Asyuro) dapat melebur dosa satu tahun yang telah lalu.” (HR. Muslim)
Niatnya adalah:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ مِنْ يَوْمِ عَاشُورَاءَ سُنَّةً ِللهِ تَعَالٰى
3) Puasa Hari Tasua’
Dilaksanakan pada tanggal 9 Muharam. Nabi saw. bersabda:
لَئِنْ بَقِيْتُ إِلٰى قَابِلٍ َلأَصُوْمَنَّ التَّاسِعَ. (رواه مسلم)
“Sungguh, andaikan aku masih sampai tahun depan, niscaya aku akan puasa pada hari kesembilan (tasu’a). (HR. Muslim)
Niatnya adalah:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ مِنْ يَوْمِ تاَسُوْعَاءَ سُنَّةً ِللهِ تَعَالٰى
4) Puasa Syawal
Dilaksanakan pada tanggal dua sampai tujuh Syawal. Puasa ini apabila disertai dengan puasa Ramadlan, maka pahalanya sama dengan puasa setahun. Nabi saw. telah bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالَ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْر. (رواه مسلم)
Barangsiapa puasa bulan Ramadlan kemudian diikuti puasa enam hari dari bulan Syawal, maka ia seperti puasa selama satu tahun.” (HR. Muslim)
Niatnya adalah:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ مِنْ يَوْمِ شَوَّالَ سُنَّةً ِللهِ تَعَالٰى
5) Puasa pada bulan Haram, yakni:
a) Muhharam
b) Dzulqa’dah
c) Dzuhijjah
d) Rajab
Puasa yang dilakukan pada bulan haram ini standartnya adalah sepuluh hari, kecuali pada bulan Dzulhijah.
6) Puasa Sya’ban
Dilakukan pada bulan Sya’ban. Berdasarkan hadist:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا حَدَّثَتْهُ قَالَتْ: لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُوْمُ شَهْراً أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ، فَإِنَّهُ كاَنَ يَصُوْمُ شَعْبَانَ كُلَّهُ. (متفق عليه)
Dari ‘Aisyah ra., ia berkata menceritakan Nabi: “Nabi tidak pernah berpuasa pada suatu bulan yang lebih banyak daripada bulan Sya’ban; Sesungguhnya Beliau berpuasa satu bulan penuh pada bulan Sya’ban.” (Muttafaq ‘alaih)
Niatnya adalah:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ مِنْ شَهْرِشَعْبَانَ سُنَّةً ِللهِ تَعَالٰى
b. Dilakukan sebulan sekali
1) Puasa pada hari putih (terang)
Dilakukan pada tanggal tiga belas, empat belas, dan lima belas pada setiap bulan. Hal ini berdasarkan hadist:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: أَوْصَانِيْ خَلِيْلِيْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلاَثٍ: صِيَامِ ثَلاَثَةِ أَياَّمٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَرَكْعَتَيِ الضُّحىٰ، وَأَنْ أُوْتِرَ قَبْلَ أَنْ أَناَمَ. (متفق عليه)
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: “Kekasihku Muhammad saw. berwasiat kepadaku tiga hal; puasa tiga hari setiap bulan, mengerjakan dua raka’at shalat Dluha, dan agar aku mengerjakan shalat witir sebelum aku tidur.” (Muttafaq ‘Alaih)
Adapun niatnya adalah:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ مِنْ يَوْمِ اْلبِيْضِ سُنَّةً ِللهِ تَعَالٰى
2) Puasa pada hari hitam (gelap)
Dilakukan pada tiga hari terakhir dari setiap bulan.
Niatnya adalah:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ مِنْ يَوْمِ السَّوَادِ سُنَّةً ِللهِ تَعَالٰى
c. Dilakukan seminggu sekali
1) Puasa Senin-Kamis
Puasa ini dilakukan pada hari Senin dan Kamis. Hal ini berdasarkan hadits:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: تُعْرَضُ اْلأَعْمَالُ يَوْمَ اْلإِثْنَيْنِ وَالْخَمِيْسِ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِيْ وَأَناَ صَائِمٌ. (رواه الترمذي)
Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Amal perbuatan dilaporkan pada hari Senin dan Kamis, maka aku senang apabila amalku dilaporkan dan aku dalam keadaan berpuasa.” (HR. Tarmidzi)
Adapun niatnya adalah:
§ نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ مِنْ يَوْمِ اْلإِثْنَيْنِ سُنَّةً ِللهِ تَعَالٰى
§ نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ مِنْ يَوْمِ الْخَمِيْسِ سُنَّةً ِللهِ تَعَالٰى
d. Dilakukan harian
1) Puasa Dawud
Dilakukan dengan cara satu hari berpuasa dan satu hari tidak. Nabi saw. bersabda:
أَفْضَلُ الصِّيَامِ صِيَامُ دَاوُدَ، كَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا. (رواه البخاري ومسلم)
Sebaik-baik puasa adalah puasa (Nabi) Dawud, ia berpuasa satu hari dan berbuka satu hari.” (HR. Bukhori-Muslim)
Niatnya adalah:
نَوَيْتُ صَوْمَ دَاوُدَ سُنَّةً ِللهِ تَعَالٰى
3. Puasa Makruh
Pembagian yang ketiga dari puasa adalah puasa yang berhukum makruh. Adapun macam-macanya adalah sebagai berikut:
1) Puasa hari Jum’at tanpa berpuasa sehari sebelum atau sesudahnya.
2) Puasa hari Sabtu tanpa berpuasa sehari sebelumnya atau sesudahnya.
3) Puasa hari dengan tanpa berpuasa sehari sebelumnya atau sesudahnya.
4) Puasa selamanya
5) Puasa yang dilakukan oleh orang sakit, musafir, wanita hamil dan menyusui, apabila puasa yang mereka lakukan dapat membahayakan kondisi mereka.
4. Puasa Haram
Pembagian yang terakhir dari puasa adalah puasa yang berhukum haram. Adapun macam-macanya adalah sebagai berikut:
1) Puasa sunahnya seorang istri tanpa seizin suaminya. Hal ini berdasarkan hadits Nabi saw.:
لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُوْمَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ. (متفق عليه)
“Tidak halal bagi seorang istri berpuasa (sunah) ketika suaminya ada di rumah, kecuali atas seizinnya.” (Muttafiq ‘Alaih)
2) Puasa yaumus syak. Puasa ini terjadi pada akhir bulan Sya’ban, ketika ragu menentukan awal Ramadlan.
3) Puasanya wanita haid dan nifas.
4) Puasa pada Hari Raya ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha. Hal ini berdasarkan hadits Nabi saw.:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ نَهٰى عَنْ صِيَامِ يَوْمَيْنِ: يَوْمِ الْفِطْرِ وَيَوْمِ النَّحْرِ. (متفق عليه)
Sesungguhnya Rasulullah melarang berpuasa pada dua hari; hari fitri dan hari kurban.” (Muttafaq ‘Alaih)
5) Puasa hari tasyriq. Hari tasyriq adalah tanggal sebelas, dua belas, dan tiga belas bulan Dzulhijjah. Rasulullah Muhammad saw. bersabda:
أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ. (رواه مسلم)
Hari-hari tasyriq adalah hari-hari untuk makan dan minum.” (HR. Muslim)

NB : Bagi yang browsernya tidak support font traditional arabic, silahkan mendownload file aslinya disini
Puasa dalam tinjauan thoriqoh dan haqiqot kami suguhkan dalam bentuk audio, silahkan mendengarkan disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar